I made this widget at MyFlashFetish.com.

Kamis, 24 Juni 2010

Teknologi Jabulani yang Dipertanyakan


Setelah ,sepuluh hari demam sepak bola dunia bergulir, hiruk pikuk penentuan ke seperdelapan final pun semakin memanas. Namun perdebatan mengenai bola "membawa kebahagiaan" Jabulani tak mereda.

Kritik tajam terlontar pascakemenangan tragis tim Amerika Serikat melawan Inggris. Kiper tim "Tiga Singa" Robert Green tersebut tak mampu mengendalikan bola yang sempat bertahan di tangannya. Kapten Inggris Steven Gerrard ikut menyalahkan si Jabulani. "Kita tidak boleh menyalahkan kiper, bolanya tidak bagus," katanya.

Setidaknya delapan tim telah mengaku kecewa dengan kualitas bola yang dibuat dan disempurnakan selama 4 tahun tersebut. Spanyol, Belanda, Prancis, Swiss, Jepang, Portugal, Inggris dan Argentina sempat melontarkan keluhan atas laju bola yang sulit ditebak, permukaan licin, serta putarannya di udara yang mengejutkan.

"Bagi pemain, bola itu sangat buruk. Teramat buruk pula untuk penjaga gawang karena sulit menduga arahnya. Ini hanya bagus untuk umpan pendek. Tetapi ketika Anda mengubahnya untuk bermain dengan umpan-umpan panjang, Anda dapat mengetahui betapa sulit. Ketika Anda bermain menyusur tanah, bagus. Ketika Anda memainkan bola-bola panjang, sangat sulit," ungkap pelatih Inggris yang berkebangsaan Italia Fabio Capello.

Menangapai hujan kritik, Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke langsung membela performa Jabulani. Tak ketinggalan, perancang Jabulani Hans-Peter Nuerberg pun telah berulangkali mengklarifikasi proses pembuatan, pengujian hingga pelegitimasian Jabulani sebagai bola yang "tak ada celahnya".

Adidas sendiri ikut angkat bicara. Thomas Van Schaik, kepala biro umum Humas Adidas dengan tegas menyatakan Jabulani telah disesuaikan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh FIFA.

"Kami etlah membuat bola tersebut yang ukuran dan beratnya semaksimal mungkin akurat, dengan lekukan yang sempurna dan putaran di udara yang stabil," ungkapnya seperti dikutip
Reuters.

Tes laboratorium pun telah dilakukan Adidas di Universitas Loughborough, Inggris, serta fasilitas pengujian milik FIFA. Tes itu melibatkan pemain-pemain dari klub-klub papan atas seperti Chelsea (Inggris), Real Madrid (Spanyol), AC Milan (Italia), serta klub-klub lain sejak 2008 sampai bola itu diperkenalkan pada akhir Desember tahun lalu.

Dalam data rinci yang diperlihatkan Van Schaik, Jabulani terdeskripsikan tanpa celah. Dari enam standar penilaian FIFA, yakni ukuran lingkaran, kebulatan, daya serap air, kehilangan tekanan udara hingga daya pantul tak satu pun menyimpang dari standar FIFA.

Van Schaik tak melihat alasan yang dapat digunakan untuk mencaci bola Jabulani. "Kami mengetahui, membutuhkan sedikit waktu untuk terbiasa menggunakan bola ini. Tetapi saya tidak setuju dengan ada anggapan bola itu terlalu ringan," tandas Van Schaik.

Regulasi FIFA, lanjut Van Schaik, telah menetapkan bola normal memiliki berat antara 410 gram hingga 450 gram, dan satu bola memiliki berat 440 gram. "Kisaran berat yang diperbolehkan hanya kurang lebih dua gram," tandasnya lagi.

Peneliti di Lughborough University, Andy Harland, pun menegaskan bahwa bola Jabulani telah diujicoba dengan menggunakan robot robot kaki bernama Dave. Robot setinggi 1,22 meter tersebut dapat menendang bola secara berulang-ulang bahkan hingga kecepatan bola mencapai 145 kilometer per jam.

Kemampuan tersebut memudahkan peneliti untuk mempelajari bagaimana perubahan pada konstruksi bola bisa mempengaruhi pergerakan bola tersebut. Hasilnya, Jabulani pun didesain dengan hanya memiliki panel sebanyak delapan panel pembungkus bola yang dibentuk dan dirapatkan dengan suhu tinggi.

"Peneliti telah memanfaatkan Dave untuk menendang bola dengan berbagai cara serta dilakukan pula pada terowongan angin untuk melihat bagaimana reaksi bola pada beragam kondisi. Tendangan dilakukan terus menerus dan mengganti bola untuk dilihat bagaimana hasilnya," jelas Harland.

Khusus untuk permukaan bola, peneliti juga menemukan bahwa semakin banyak alur akan membuat stabilitas bola, khususnya saat di udara menjadi semakin baik. Untuk itu, agar semakin aerodinamis, profil melingkar Grip’n’Groove dipasang di seluruh permukaan Jabulani.

"Guratan pada tekstur kulit luar dari bola juga membuat pemain memiliki sentuhan yang erat pada bola di berbagai kondisi cuaca. Bahkan mencegah bola menjadi licin saat bermain di ketika cuaca hujan dan lapangan basah," jelas Harland.

Sementara itu beberapa pemain masih berjuang menaklukkan bola mistis tersebut. Julio Cesar kiper asal Brazil bertekad tak akan tunduk oleh mitos bola yang sering dimaki oleh sejumlah pemain penyerang, kiper hingga gelandang tim-tim unggulan di Piala Dunia.

"Cuaca dingin yang menyelimuti Afsel sangat mempengaruhi para kiper. Saya mengantisipasinya dengan membawa jaket yang lebih tebal lagi ke lapangan. Bola juga masih menjadi keluhan para kiper dan pemain belakang. Tapi kami wajib menaklukkan semua itu," ungkapnya.

1 comment:

Renaldo Akhira Ruslan mengatakan...

tapi keren bolanya ..

24 Juni 2010 pukul 09.36

Posting Komentar